Senin, 14 Desember 2020

Saat Anggota Keluarga (+) COVID-19, Ngurusnya Mulai dari Mana? (part 1)


Kami tak ingin ujian keluarga yang dialami tak sekadar jadi cerita yang berlalu, semoga juga bisa jadi pembelajaran untuk siapa pun yang ingin membuka hati dan pikirannya bahwa #coronamasihada.



Ketika aku tulis artikel ini (14 Desember 2020), Papa dan Mama sudah dinyatakan negatif dari hasil test PCR SWAB. Mama tanggal 1 Oktober 2020, dan Papa 21 Oktober 2020. Mama lebih cepat negatif karena penyakit penyerta beliau “hanya” darah tinggi. Itupun kambuh hanya di awal dia dinyatakan positif, mungkin karena kaget aja, yah. Selebihnya selama masa perawatan kondisi Mama relatif stabil. Lalu Papa memakan waktu nyaris 40 hari dirawat di dua RS yang berbeda, karena termasuk pasien comorbid, dengan penyakit jantung (sudah di-ring 2). 

Aselik sih, September 2020! kamu bakalan jadi bulan terdahsyat dalam hidup aku dan keluarga. Karena kami “terpilih” diuji dengan positifnya Papa dan Mama terinfeksi virus corona.


Lalu apa aja tahapan-tahapan yang kami lakukan, ketika tahu Papa Mama dan semua keluarga termasuk dalam lingkaran tracing? Berikut kami ceritakan sesuai time line yang keluarga kami alami, ya, teman-teman. Sekaligus apa yang kami lakukan hingga orangtua kami, bisa aman dan nyaman dirawat di RS rujukan COVID-19. Supaya teman-teman juga ada bayangan kronologisnya. 


Awal perjuangan

Image: Freepik.com

10 September 2020 (19:44): Kami mendapat kabar bahwa Om kami yang berdomisili di Petamburan (+) Covid. Karena Mama, aku dan kakak sempat ke sana - terlebih Mama nginap kurleb seminggu, pastilah kami kena tracing plus kontak erat dengan pasien tersebut.


Di malam yang sama aku langsung cari RS terdekat untuk melakukan PCR SWAB mandiri. Saat itu pilihan jatuh ke RS Premier Bintaro. Berhasil mendapat slot pagi untuk test, di keesokan harinya.


Kloter pertama yang ditest: Papa, Mama, aku dan Jordy. Kalau sudah kena tracing, teman-teman tolong diingat ya, PCR SWAB adalah metode paling valid. Nggak usah mikir jenis test yang lain. NYAWA adalah taruhannya!


Selain itu: WAJIB EKSTRA GERCEP, jangan nunggu nanti2 untuk PCR SWAB. 


11 September 2020 (09:18): Tiba di RS Premier Bintaro untuk test PCR SWAB. Dari rumah sudah pakai masker medis, dan nggak kontak fisik sama Papa Mama, di sini aku udah punya feeling, mereka (+), karena dari kondisi fisik (mata sayu, Papa juga ngeluh pusing beberapa hari sebelumnya, Mama ada batuk ringan). Aku dan Jordy di mobil terpisah dengan Papa & Mama. Jam 11:23, udah sampai rumah lagi.


Nunggu hasil 24 jam saat itu, adalah waktu nunggu terdeg-degan dalam sejarah aku. Tapi juga sudah menyiapkan mental, apapun yang terjadi, harus diterima dengan legowo. 


12 September 2020 (kurleb 11:30): Pihak RS Premier Bintaro telepon, bacain hasil test Mama & Papa yang (+). Darah langsung turun rasanya, kaki lemes seperti nggak menapak, badan lemes seada-adanya. Setengah jam pertama masih berusaha mencerna yang kami alami. Telepon sahabat-sahabat terdekat untuk ngabarin yang terjadi. Sambil minta penguatan dari mereka. Dan ya, aku cuma bisa nangis di setengah jam pertama itu. FYI: hasil aku dan Jordy (-)


Tahapan yang harus dilakukan sebagai keluarga yang mengurus pasien Covid:


Image: Freepik.com


  1. Buat group What’s App Satgas Covid keluarga


Hal ini untuk memudahkan kordinasi. "Satgas Covid keluarga Tabrani" terdari dari aku, Kakak Tanti (kakak kandung aku) dan Kakak Mila (kakak ipar aku). Masing-masing ditampuk tanggung jawab. Supaya nggak banyak pintu kordinasi dengan Satgas Covid setempat & pihak-pihak lainnya. Pembagian tugas yang waktu itu kami buat:


Thatha: 

-Kordinasi dengan Satgas Covid setempat, untuk input data-data Papa Mama dan mendatangkan petugas Puskesmas untuk screening awal alat-alat vital pasien.

-Kordinasi dengan Puskesmas, ini sifatnya update data aja. Karena yang terjadi di aku, pihak Puskesmas juga telepon, menawarkan test PCR SWAB untuk sisa keluarga yang belum test. 


Kakak Tanti:

-Kordinasi dengan RT, harus transparan dengan situasi yang sedang kelurga kami alami. 

-Fokus urus kebutuhan Papa Mama pas masih di rumah.

-Menerima kedatangan pihak petugas kesehatan dari RS. Karena walau aku dan kakak tinggal dalam satu wilayah, tapi kami berbeda atap rumah.

-Kordinasi dengan suster dan RS pas Papa Mama dirawat


Kakak Mila:

-Kordinasi dengan puluhan RS mengecek ketersediaan kamar. Ini sebetulnya juga udah dilakukan oleh pihak Satgas Covid Kec Pamulang, tapi akan sangat membantu kalau ada usaha juga dari pihak keluarga. Karena: SAAT MENCARI KAMAR, ARTINYA KITA SEDANG “BERSAING” DENGAN PULUHAN, RATUSAN BAHKAN RIBUAN PASIEN LAINNYA YANG MENGUSAHAKAN HAL YANG SAMA. 

-Nego dengan RS, jika ada harga obat yang nggak ditanggung Kemenkes atau BPJS ke pihak farmasi RS terkait. Karena Kak Mila punya pengalaman kerja bertahun-tahun di RS bagian pengadaan obat.


  1. Telepon ke 119 (Satgas Covid Nasional)


Nanti dari sini data pasien diinput dulu. Nggak lama, akan ada Satgas Covid yang follow up kita, sesuai dengan domisili. Jadi yang waktu itu FU aku adalah Satgas Covid Pamulang (karena aku masuk Kecamatan Pamulang).


  1. Wajib fast respond dengan pihak Satgas 


Kenapa mesti cepet responnya? main cepet kita kasih data, makin cepat pula pihak satgas beralih ke proses selanjutnya. Dan ujung-ujungnya, pasien bakalan cepat ditempatkan RS rujukan. Data-data atau informasi pasien yang diminta adalah:


-Hasil PCR SWAB dari RS

-Kartu Indonesia Sehat/jaminan BPJS

-Soft copy Kartu Keluarga

-Soft copy KTP

-Adakah keluhan yang terjadi pada pasien saat itu?

-Suhu terakhir pasien?

-Adakah riwayat pasien ke luar negeri atau luar kota dalam 14 hari terakhir?

-Adakah riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi (+) dalam 14 hari terakhir?


4. Segera lapor RT dan kabarin orang-orang yang pernah kontak sama pasien Covid dalam 14 hari terakhir.


COVID BUKAN AIB! Malahan kalau kita jujur dan transparan sama lingkungan sekitar, makin besar kemungkinan memutus penularan virusnya. Yang lagi berjuang satu Indonesia dan dunia kok.


5. Jaga kesehatan jiwa raga


Meskiii sulit (terutama soal porsi tidur di seminggu sampai dua minggu pertama), pantas diusahakan sih. Soalnya kalau Satgas Covid keluarga "tumbang" satu persatu, siapa yang mau urus Papa Mama? Makanya walau nggak kerasa lapar, pas udah jam makan, harus makan. Dan didoping sama multivitamin, sayur-sayuran dan buah-buahan. Berjemur juga wajib yaaa, disempet-sempetin.


Dan yang terjadi sama aku, mesti ada skala prioritas. Soal sekolah anak, aku liburin dulu. Kerjaan juga gitu. Jujur sama partner kerja, kalau masih butuh cuti, atau pas udah bisa WFH, belum bisa fast respond. Gunanya supaya kita yang ngurus pasien dari jauh, tetap "waras" - We Are Humans, Not Machines!.


Papa dan Mama dibawa ke RS Bunda Menteng


12 September 2020 (16:39): Petugas kesehatan Puskesmas sesuai domisili kami datang untuk ngecek keadaan organ-organ vital pasien (kadar oksigen, tekanan darah, dll).


12 September 2020 (21:58): Karena kedua pasien kategorinya lansia, dan termasuk comorbid - idealnya mereka memang harus mendapat perawatan di RS. Alhamdulillah dapat kamar di RS Bunda Menteng atas link dari kakak iparku, sudah diusahakan dapat bisa sekamar supaya bisa saling ngasih semangat, tapi karena saking full-nya, terpaksa harus pisah kamar. 


Jam 21:58: ambulance tiba di rumah kami. Dan dilakukan serah terima pasien, dari keluarga ke petugas kesehatan. Di sini harus ada surat pernyataan dengan materai 6 ribu. Selain itu, surat dari RS terkait yang akan menerima pasien, yang menyatakan bahwa dua pasien tersebut memang udah dapat kamar di sana. Supaya pertugas puskemas nggak di-pingpong pas udah sampai RS. Hampir 22.30, Papa Mama masuk ambulance dan berangkat ke RS Bunda Menteng. 





Dari kiri: foto 1 & 2, Kakak Tanti pakai APD. Foto 3: Serah terima pasien ke petugas puskesmas yang bawa Papa Mama ke RS.


Di momen melepas mereka ini, kami seperti melepas mereka ke medan perang. Perang ngelawan penyebaran virus corona. Perasaan campur aduk, yang mendominasi pastinya: sedih. Tapi juga ada leganya, karena sudah ada di tangan yang tepat, yaitu tenaga medis.


Aku nggak bisa nganter ke ambulance. Jadinya hanya kakak yang berinteraksi dengan petugas kesehatan. Untung di rumah ada APD punya suami, yang dikasih dari kantornya - jaga-jaga kalau harus liputan ke rumah sakit. Atau tempat-tempat lainnya yang rawan penyebaran Corona.


Aku hanya dikirim video-nya sama kakak, detik-detik mereka keluar dari rumah dan masuk ke ambulance. Dalam hati aku berdoa dan bergumam: “Semangat Papa Mama, kalian pasti bisa melawan virus corona - kumpul lagi sama kami!”


Sebelum Papa Mama dijemput ambulance aku pribadi belum bisa tenang ngapa-ngapain. Secara teknis, dari RS nelepon ngabarin mereka (+) aku se-intens itu duduk mengoperasikan laptop dan telepon, kordinasi dengan banyak pihak, totalnya nyaris 6 jam. Udah nggak ada respon lapar, makan karena kerasa pusing, aliran darah nggak lancar ke otak (duduk melulu). Untung masih kerasa haus. Mulai dari 12 September itu, sampai dua minggu berikutnya, kami yang urus Papa Mama belum bisa tidur normal. Porsi tidur aku sendiri max 3-4 jam dalam sehari. Kombinasi antara masih kordinasi sama dua kakak aku, kebangun karena ada kabar dari RS dan muncul anxiety.


Aku dan Jordy nyempetin VC-an sebelum ambulance jemput mereka

Keadaan Papa menurun


13 September 2020 (17.00): suster ngabarin kalau Papa tingkat infeksinya meningkat (CRP: 75,2), butuh obat ACTEMRA, 1 vial 400 gram. 


*CRP: tes darah yang mengukur jumlah protein (yang disebut protein C-reaktif) dalam darah. Protein C-reaktif  mengukur keseluruhan kadar peradangan dalam tubuh.


Perjuangan nyari obat ini: LUAR BIASA SULIT. Aku sangat dibantu dengan teman-teman dengan followers IG ribuan, belasan hingga puluhan ribu (you know who you are!). Aku japri ke mereka minta bantuan sebar di IGS masing-masing, karena bener-bener nggak tahu, mau mencari ke mana. Dalam hal ini, yang aku sangat rasakan impact positif social media. 


Hanya hitungan 1-2 jam aja, WA dan DM silih berganti berdatangan. Semacam merangkai puzzle, mencari tahu keberadaan obat ini - di mana bisa dibeli. Singkat cerita obat ini belum bisa kami dapatkan sampai tanggal 18. Sementara itu dokter nanganin dengan obat yang lain, dengan fungsi yang sama = menekan laju peradangan di tubuh Papa. 


FYI, pada saat nyari ACTEMRA, kami tahu harganya muahal, nyaris 17 juta. Yang kami pikirkan saat itu, yang penting dapat dulu aja deh tu obat. Soal bayar, kami bertiga insya Allah bisa kalau patungan. Tapiii ternyata, udah rezeki Papa dan Mama, ada pihak yang bersedia membelikan obat tesebut! Sungguh! Di masa sulit, Allah SWT tuh ADIL BANGET! Bentuk pertolongannya Masya Allah sangat terasa dekat dan nyata.


14 September: 8 anggota keluarga kami yang lain PCR SWAB mandiri di RS Premier Bintaro, sebetulnya ditawarin sama Puskesmas, dan gratis. Tapiii hasilnya: 14 hari banget, ya, Allah. Kami nggak sanggup nunggu selama itu, dengan risiko tinggi ada sisa 4 anak lainnya yang juga ikut kena tracing. Jadinya ya udah deh, aku dan kakak Tanti jebol dana darurat. Dan 8 anggota keluarga tersebut hasilnya: (-) Negatif, Alhamdulillah. 


19 September 2020: long story short, CRP Papa kembali naik (di angka 50-an). Dengan segala bantuan networking dari inner circle aku (kantor aku terdahulu Female Daily Networking (Female Daily & Mommies Daily), kantor aku waktu itu masih kerja Mama’s Choice dan seluruh sahabat-sahabat dan jaringan teman, kerabat aku, Kakak Tanti & Kakak Mila. Akhirnya, ACTEMRA, 1 vial 400 gram berhasil kami dapatkan dan beli. 


Khusus di tahap ini, keluarga aku mau mengucapkan TERIMA KASIH yang paling tulus untuk seseorang yang bersedia menjadi donatur membelikan ACTEMRA untuk Papa. Jiwa kamu sungguh mulia! Kalau Corona sudah selesai, izinkan aku untuk peluk kamu, yah. 


Nulis bagian terima kasih ini, walau kejadian sudah berlalu lebih tiga bulan, air mata aku tetep ngalir. Keinget rumus yang kami jalankan sebagai Satgas Covid keluarga Tabrani, berbuah hasil positif: BERDAMAI DENGAN KEADAAN - SABAR - IKHLAS - BERDOA - BERUSAHA SEMAKSIMAL MUNGKIN - BERSYUKUR- PASRAH - JEDA.


Segala kemudahan yang Dia beri ke keluarga kami mengusahakan kesembuhan untuk Papa dan Mama tak lepas dari poin berdoa tak kenal lelah yang datang dari segala penjuru, tangan Allah SWT bener-bener bekerja secara misterius ketika itu. 


Beneran deh, energi doa dari semua pihak saat itu, secara magis seperti nyampe ke kami di rumah, dan secara nyata hadir dalam bentuk kelancaran/kemudahan di beberapa momen yang kami tempuh. Jadi untuk temant-teman yang mendapati ada seseorang yang kalian kenal atau nggak dan sedang tertimpa musibah berupa (+) Covid atau ujiannya lainnya, yuk, yuk bantu dengan doa dari rumah. Sejauh apapun jarak pendoa dengan yang didoakan, harapan kalian insya Allah diijabah Allah SWT, dan disampaikan langsung kepada yang sedang membutuhkan pertolongan.


Ini hanya segelintir dari paket-paket pembangkit semangat yang keluarga kami terima. Kadang karena masih sibuk sama tektokan di group WA Satgas Covid keluarga, jadi lupa foto. Tapi tenang kebaikan kalian akan terus terpatri di hati keluarga kami.


Selain bantuan obat Actemra, pada perjalanan perjuangan di dua minggu pertama kami sekeluarga, bantuan berupa suntikan kalimat-kalimat penyemangat, asupan makanan, camilan, multivitamin dan bentuk bantuan lainnya - juga tak hentinya kami dapatkan. Baik itu untuk Papa dan Mama di RS, dan kami yang kala itu masih harus isolman 14 hari di rumah. Untuk kalian yang berhati mulia & tak dapat aku sebutkan satu persatu memberikan semua itu, TERIMA KASIH, TERIMA KASIH & TERIMA KASIH 🤗🤗🤗


-


Cerita bersambung ke part 2, ya, teman-teman. Momen di mana Papa dan Mama dinyatakan boleh pulang untuk menjalankan isolasi mandiri di hotel. Tapi, di masa isolman itu, Papa ngalamin serangan jantung. Bagaimana episode perjuangan Papa dan kami selanjutnya? 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar