Rabu, 29 Oktober 2014

Cukup Siti Nurbaya???

Kost-kostan tak ubahnya tempat kontemplasi buat gw kala tulisan ini digarap. Pulang kuliah atau main rasanya teduh banget bisa gogoleran di kamar yang kadang rapiiiih jali dan gak jarang juga seperti kapal pecah. Seperti sekelumit kisah gw dibawah ini, didapati saat gw santai sore di halaman kostn. Check this out....

Cukup Siti Nurbaya???

June 7, 2009 at 2:26pm

Adalah Nia (bukan nama asli) perempuan lugu asal kota kecil di daerah Garut; teman baru saya yang sangat hangat dan menyenangkan. Kesehariannya tak lepas dari wajah ceria, pembawaannya yang riang dan selalu tersenyum jika berpapasan dengan saya. Pertemuan kami terjadi karena Nia bekerja di sebuah keluarga yg notabene keluarga ini adalah pemilik kost-kostn tempat saya berteduh. Aktivitas sehari-hari yang diljalankannya tak lepas dari senandung kecil yang terdengar sayup dari balik kamar kostn saya, mewakili perasaan ikhlas, senang dan tak ada beban ketika melakukan setumpuk pekerjaan rumah tangga yang diamanatkan si empu rumah.

Suatu sore, tak sepeti biasanya udara Bandung panas…! Padahal sore sudah beranjak temaram. Tanpa ragu saya beranjak keluar; bosan dengan suasana kamar, penat setelah seharian berada di luar berjibaku dengan beberapa keperluan dihari itu. Pandangan saya tertuju kepada Nia, yang tengah duduk santai selepas membersihkan halaman, saya duduk tepat disamping Nia.

Seakan sudah lama Nia memendam secuil kisah hidupnya, secara spontan dan tanpa saya duga ia langsung berceloteh tentang rencana pernikahannya. “aku nggak akan lama lagi kerja disini kak, aku kan mau dinikahin sama orang tua aku…” saya terdiam sejenak mendengar pernyataan yang terlontar dari gadis yang berusia 16 tahun itu. Cara ia menuturkan kegaluaan hatinya masih dengan gayanya yang ceria, masih sempat tersenyum simpul dan sesekali tertawa kecil. Protes sempat terlontar dari mulutnya, menyoal ia yang tidak terlalu kenal dengan calon suaminya-lah…, masih pengen pacaran, atau masih ada keinginannya yg belum tercapai. Tapi Nia tak kuasa untuk menolak ego orang tuanya.

Gadis hitam manis, berambut lurus tebal, badan yang agak berisi, dan tinggi tak lebih dari 160 cm ini mempunyai empat adik di kampungnya (haaaaaa empat!?) yep…., that’s true! Nia agaknya bekerja untuk membantu sikon keuangan keluarganya. Dan sekarang ia ‘ditarik’ kedalam tanggung jawab yang lebih serius a.k.a MENIKAH! Sungguh membuat saya berpikir, kesucian dan arti hakiki dari lembaga pernikahan sudah sedikit bergeser, dalam kasus spt Nia ini menurut saya pernikahan dijadikan jalan pembenaran untuk orang tua melepaskan tanggung jawabnya. Padahal Nia masih butuh kasih sayang, perhatian, dan bimbingan.

Kisah semacam ini bukan baru sekali saya dengar; monopoli orang tua dalam menentukan jodoh untuk anaknya. Tak terelakkan orang-orang seperti Nia tidak mempunyai daya menolak apa yang menjadi ‘pinta’ orang yang paling mereka hormati sepanjang hidupnya. Bahkan di usia yang masih belia Nia diharuskan untuk memasuki fase kehidupan yang belum dipahaminya secara menyeluruh. Terbaca jelas dari bahasa tubuhnya dan apa yang ia utarkan, ia masih pantas untuk bermain-main dengan hidupnya, mengenal lebih banyak orang, menjalankan serangkaian ritual gadis umur belasan taun pada umumnya, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggapai impiannya (pasti ia punya!)

It’s not fair enough 4 u lil girl…! anyway Nia…. always smile & cheer up okay ^_^ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar